Politik hunian sementara

Politik di Balik Hunian Sementara: Antara Kebutuhan Mendesak dan Isu Keadilan

Hunian sementara, seringkali dipandang sebagai solusi cepat dan responsif terhadap krisis, seperti bencana alam, konflik, atau penggusuran. Namun, di balik penyediaan atap dan dinding, tersimpan dimensi politik yang kompleks dan seringkali luput dari perhatian. Politik hunian sementara bukan sekadar logistik, melainkan cerminan dari prioritas, alokasi sumber daya, dan perlakuan terhadap warga yang paling rentan.

Kebutuhan Mendesak, Janji Sementara

Pada dasarnya, hunian sementara dimaksudkan sebagai jembatan, bukan tujuan akhir. Ia menyediakan perlindungan dasar saat situasi darurat, memberi waktu bagi individu dan keluarga untuk bangkit kembali dan mencari solusi hunian permanen. Namun, di sinilah letak jebakan politiknya. Seringkali, apa yang disebut "sementara" berakhir menjadi permanen secara de facto, menciptakan permukiman yang terisolasi dan rentan secara sosial-ekonomi.

Dimensi Politik yang Tersembunyi

Keputusan tentang hunian sementara melibatkan berbagai aktor dan kepentingan:

  1. Alokasi Sumber Daya: Siapa yang mendapatkan hunian sementara? Berapa banyak anggaran yang dialokasikan? Keputusan ini dapat dipengaruhi oleh tekanan politik, prioritas pemerintah, atau bahkan kepentingan pihak ketiga.
  2. Lokasi dan Standar: Penentuan lokasi hunian sementara seringkali menimbulkan friksi. Apakah lokasi dipilih demi kenyamanan penghuni (akses pekerjaan, pendidikan, fasilitas), atau demi kepentingan pihak lain (misalnya, menjauhkan mereka dari pusat kota)? Standar kualitas dan fasilitas juga menjadi medan pertempuran, antara anggaran minimalis dan tuntutan kelayakan hidup.
  3. Hak dan Martabat Penghuni: Politik hunian sementara seringkali melupakan partisipasi aktif dari penghuninya. Keputusan dibuat "untuk mereka", bukan "bersama mereka". Ini mengikis hak asasi mereka atas privasi, keamanan, dan martabat. Ketika hunian sementara menjadi permanen, isu-isu seperti kepemilikan tanah, akses terhadap layanan publik yang layak, dan integrasi sosial menjadi krusial.
  4. Akuntabilitas dan Transparansi: Kurangnya transparansi dalam proses pengadaan dan pengelolaan hunian sementara dapat membuka celah korupsi atau penyalahgunaan wewenang, merugikan mereka yang seharusnya dibantu.

Dari Sementara Menuju Berkelanjutan

Melihat hunian sementara hanya sebagai masalah logistik adalah keliru. Ia adalah masalah politik yang mendalam, mencerminkan komitmen negara terhadap keadilan sosial dan hak asasi manusia. Solusi yang benar tidak hanya menyediakan atap, tetapi juga memastikan perencanaan jangka panjang, partisipasi penghuni, dan jembatan yang jelas menuju solusi hunian permanen yang bermartabat. Tanpa pendekatan politik yang humanis dan transparan, hunian sementara berisiko menjadi perangkap, bukan jalan keluar.

Exit mobile version