Kebijakan Pemerintah Indonesia: Menuju Transisi Energi Fosil ke EBT yang Berkelanjutan
Transisi energi dari sumber daya fosil ke Energi Baru Terbarukan (EBT) bukan lagi sekadar wacana, melainkan sebuah keniscayaan global yang juga menjadi prioritas strategis bagi Indonesia. Dihadapkan pada tantangan perubahan iklim, kebutuhan akan ketahanan energi, dan potensi ekonomi hijau, pemerintah Indonesia telah merancang berbagai kebijakan untuk mempercepat pergeseran ini.
Urgensi Transisi Energi
Alasan utama di balik urgensi transisi ini adalah komitmen Indonesia terhadap Perjanjian Paris untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, serta mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Selain itu, ketergantungan pada energi fosil menimbulkan kerentanan harga komoditas global dan isu polusi. EBT menawarkan solusi untuk energi yang lebih bersih, mandiri, dan berkelanjutan.
Pilar-Pilar Kebijakan Pemerintah
Pemerintah Indonesia mengambil pendekatan multi-sektoral dalam mendorong transisi ini, yang dapat dilihat dari beberapa pilar kebijakan utama:
-
Regulasi dan Target Ambisius:
Pemerintah telah menetapkan target peningkatan porsi EBT dalam bauran energi nasional, misalnya melalui Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN yang lebih hijau. Rancangan Undang-Undang EBT juga terus didorong untuk memberikan payung hukum yang kuat dan kepastian investasi. -
Insentif dan Investasi:
Untuk menarik investasi pada proyek-proyek EBT, pemerintah memberikan berbagai insentif fiskal seperti pembebasan pajak, pengurangan bea masuk, dan kemudahan perizinan. Skema harga pembelian listrik EBT yang lebih menarik juga terus dikaji untuk meningkatkan daya saingnya. -
Pengembangan Infrastruktur:
Investasi besar pada infrastruktur EBT, termasuk pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), tenaga air (PLTA), panas bumi (PLTP), hingga jaringan transmisi yang lebih cerdas (smart grid), menjadi fokus utama untuk mengintegrasikan EBT ke sistem kelistrikan nasional. -
Pemanfaatan Teknologi dan Inovasi:
Pemerintah mendorong riset dan pengembangan teknologi EBT lokal, serta adopsi teknologi mutakhir dari luar negeri. Upaya hilirisasi dan peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) juga menjadi prioritas. -
Peran BUMN dan Kerjasama Internasional:
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PLN dan Pertamina menjadi ujung tombak dalam implementasi proyek-proyek EBT berskala besar. Selain itu, Indonesia aktif menjalin kemitraan internasional, seperti Just Energy Transition Partnership (JETP), untuk mendapatkan dukungan finansial dan teknologi dalam mempercepat transisi yang adil.
Tantangan dan Harapan
Meskipun komitmen pemerintah kuat, transisi ini tidak lepas dari tantangan. Biaya investasi awal yang tinggi, intermitensi EBT tertentu, kebutuhan pengembangan teknologi penyimpanan energi (battery storage), serta aspek keadilan sosial dalam penutupan pembangkit listrik tenaga fosil, perlu dikelola dengan cermat.
Namun, dengan peta jalan yang jelas, dukungan regulasi, dan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat, Indonesia optimis dapat mewujudkan transisi energi yang berkelanjutan. Ini bukan hanya tentang perubahan sumber energi, melainkan juga tentang membangun masa depan yang lebih bersih, mandiri, dan sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia.










