Fenomena Joki STNK dan Analisis Hukumnya

Fenomena Joki STNK: Dilema Kepemilikan dan Implikasi Hukumnya

Fenomena "joki STNK" bukanlah hal baru di Indonesia, namun keberadaannya masih menjadi praktik umum yang menimbulkan berbagai masalah. Istilah ini merujuk pada kondisi di mana sebuah kendaraan bermotor telah berpindah tangan kepemilikan (dijual), namun Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) masih atas nama pemilik sebelumnya, bukan nama pembeli atau pengguna aktual.

Mengapa Joki STNK Terjadi?

Ada beberapa alasan utama di balik praktik ini:

  1. Penghindaran Pajak Progresif: Banyak pemilik kendaraan menghindari biaya pajak progresif yang dikenakan pada kepemilikan kendaraan kedua, ketiga, dan seterusnya dengan membiarkan nama pemilik lama tertera pada STNK.
  2. Biaya dan Proses Administrasi: Pengurusan balik nama (balik nama) STNK dan BPKB sering dianggap rumit, memakan waktu, dan memerlukan biaya tambahan yang cukup besar.
  3. Ketidaktahuan atau Kenyamanan: Beberapa pihak mungkin tidak memahami sepenuhnya risiko hukumnya atau merasa lebih praktis tanpa perlu mengurus administrasi.

Analisis Hukum dan Risiko

Meskipun tidak ada pasal pidana spesifik yang secara langsung melarang praktik "joki STNK" itu sendiri, fenomena ini menciptakan banyak celah dan risiko hukum bagi semua pihak yang terlibat:

  1. Bagi Pemilik Asli (Nama di STNK/BPKB):

    • Tanggung Jawab Hukum dan Finansial: Nama yang tertera di STNK/BPKB adalah subjek hukum yang bertanggung jawab atas kendaraan tersebut. Jika kendaraan terlibat dalam kecelakaan lalu lintas, pelanggaran (tilang), atau bahkan kejahatan, pemilik sah (yang namanya tertera) adalah pihak pertama yang akan dipanggil atau dimintai pertanggungjawaban oleh aparat penegak hukum.
    • Pajak Progresif: Meskipun kendaraan sudah dijual, selama nama di STNK belum berganti, pemilik asli akan tetap dikenakan pajak progresif jika ia membeli kendaraan baru lainnya.
    • Sulit Melaporkan Penjualan: Jika terjadi masalah, pemilik asli mungkin kesulitan membuktikan bahwa kendaraan sudah berpindah tangan jika tidak ada bukti transaksi yang kuat dan resmi.
  2. Bagi Pembeli Kendaraan (Pengguna Aktual):

    • Ketidakpastian Hukum atas Kepemilikan: Pembeli tidak memiliki bukti kepemilikan yang sah secara hukum (STNK/BPKB atas namanya). Ini akan menyulitkan saat perpanjangan STNK, pembayaran pajak, atau jika ingin menjual kembali kendaraan tersebut.
    • Kendala Administratif: Proses perpanjangan STNK lima tahunan (ganti plat nomor) memerlukan kehadiran pemilik asli atau surat kuasa yang sah, yang seringkali sulit didapatkan.
    • Risiko Penyitaan: Jika kendaraan terlibat masalah hukum yang dilakukan oleh pemilik asli, kendaraan berpotensi disita sebagai barang bukti.
  3. Bagi Negara:

    • Potensi Kerugian Pajak: Praktik ini menyebabkan hilangnya potensi penerimaan negara dari pajak progresif dan biaya balik nama kendaraan.
    • Data Tidak Akurat: Basis data kepemilikan kendaraan bermotor menjadi tidak akurat, menyulitkan pemerintah dalam perencanaan transportasi, penegakan hukum, dan kebijakan publik lainnya.
    • Tantangan Penegakan Hukum: Identifikasi pelaku kejahatan yang menggunakan kendaraan "joki" menjadi lebih sulit karena nama di STNK bukanlah pengguna sebenarnya.

Landasan Hukum

Secara umum, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) mewajibkan setiap kendaraan bermotor untuk diregistrasi dan kepemilikannya harus sesuai dengan identitas pemilik. Pasal 72 ayat (1) UU LLAJ menyatakan bahwa perubahan kepemilikan kendaraan bermotor wajib dilaporkan kepada kepolisian untuk dilakukan registrasi ulang. Meskipun tidak ada sanksi pidana khusus bagi praktik "joki STNK" ini, namun pelanggaran terhadap kewajiban registrasi ulang ini dapat menimbulkan implikasi hukum dan administratif yang serius sebagaimana diuraikan di atas.

Kesimpulan

Fenomena joki STNK adalah praktik yang merugikan semua pihak dan bertentangan dengan semangat tertib administrasi serta kepatuhan hukum. Meskipun tampak praktis di awal, risiko hukum dan finansial jangka panjangnya jauh lebih besar. Oleh karena itu, kesadaran untuk melakukan balik nama secara resmi setelah transaksi jual beli kendaraan adalah langkah yang sangat penting untuk menghindari masalah di kemudian hari dan mendukung tertib administrasi kendaraan bermotor di Indonesia.

Exit mobile version