Politik Data Miskin: Ketika Angka Mengaburkan Realita
Di tengah upaya global untuk mengatasi kemiskinan dan ketidaksetaraan, akurasi data mengenai kelompok miskin seringkali menjadi titik buta yang krusial. Ironisnya, di era di mana data menjadi "minyak baru," informasi tentang mereka yang paling rentan seringkali tidak lengkap, ketinggalan zaman, atau bahkan tidak akurat. Kondisi ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan memiliki dimensi politik yang mendalam, memengaruhi kebijakan, alokasi sumber daya, dan bahkan narasi publik tentang kemiskinan itu sendiri.
Mengapa data tentang kelompok miskin sering tidak akurat? Alasannya beragam. Kondisi geografis yang sulit, keterbatasan akses ke daerah terpencil, kurangnya infrastruktur pendataan yang memadai, hingga faktor sosial seperti stigma atau ketidakpercayaan masyarakat terhadap pendataan pemerintah dapat menjadi penghalang. Lebih jauh, ada pula tendensi politis untuk memanipulasi angka, baik untuk menunjukkan keberhasilan program penanggulangan kemiskinan (mengurangi jumlah miskin secara artifisial) atau sebaliknya, untuk menarik bantuan internasional dengan memperbesar angka kemiskinan.
Konsekuensi dari data yang tidak akurat sangatlah serius, terutama bagi kelompok yang paling rentan. Kebijakan yang tidak tepat sasaran, alokasi anggaran yang keliru, dan program bantuan yang tidak sampai kepada mereka yang benar-benar membutuhkan adalah dampak langsungnya. Misalnya, jika data menunjukkan bahwa angka kemiskinan telah menurun drastis, pemerintah mungkin merasa tidak perlu mengalokasikan sumber daya lebih untuk program sosial, padahal di lapangan, banyak keluarga masih berjuang. Sebaliknya, data yang membesar-besarkan angka kemiskinan bisa mengarah pada intervensi yang tidak proporsional atau menciptakan ketergantungan.
Secara politis, data yang bias atau manipulatif dapat digunakan sebagai alat untuk membentuk narasi, mengklaim keberhasilan semu, atau bahkan mengabaikan keberadaan masalah yang sebenarnya. Ini merusak kepercayaan publik, memperdalam kesenjangan, dan menghambat akuntabilitas. Masyarakat miskin yang "tidak terhitung" atau "salah hitung" menjadi semakin tidak terlihat dalam perumusan kebijakan, memperpetakan lingkaran kemiskinan dan marginalisasi.
Oleh karena itu, data yang akurat bukanlah sekadar angka; ia adalah cerminan realita, fondasi bagi kebijakan yang efektif, dan alat untuk memastikan keadilan. Penting bagi setiap pemerintah dan pemangku kepentingan untuk berinvestasi dalam sistem pendataan yang robust, transparan, dan partisipatif, demi menciptakan kebijakan yang adil, efektif, dan benar-benar inklusif. Tanpa data yang jujur, politik penanggulangan kemiskinan akan selalu berjalan di atas asumsi, bukan kenyataan.