Korupsi Anggaran Desa: Mengkhianati Amanah Pembangunan
Anggaran desa, khususnya Dana Desa yang digelontorkan pemerintah pusat, merupakan nadi pembangunan di tingkat paling dasar. Tujuannya mulia: mempercepat pemerataan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui berbagai program dan proyek. Namun, harapan ini seringkali terganjal oleh praktik korupsi yang menggerogoti dana tersebut, mengubahnya dari motor penggerak menjadi lubang hitam yang merugikan.
Modus korupsi anggaran desa beragam, mulai dari mark-up harga proyek, proyek fiktif, penggelapan dana, hingga penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Praktik ini seringkali terjadi karena lemahnya sistem pengawasan, kurangnya transparansi dalam pengelolaan anggaran, serta rendahnya integritas oknum pelaksana. Akibatnya, pembangunan infrastruktur mandek, pelayanan publik terhambat, dan masyarakat desa yang seharusnya menjadi penerima manfaat justru dirugikan, bahkan semakin terjerat dalam kemiskinan.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan langkah-langkah komprehensif. Penguatan pengawasan, baik dari internal pemerintahan desa maupun eksternal (masyarakat, LSM, dan aparat penegak hukum), menjadi kunci. Transparansi anggaran harus diterapkan secara menyeluruh, misalnya dengan mempublikasikan rincian penggunaan dana secara terbuka agar mudah diakses dan diawasi oleh seluruh warga. Selain itu, partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan dan pengawasan pembangunan desa sangat krusial. Penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku korupsi juga mutlak diperlukan untuk memberikan efek jera.
Hanya dengan komitmen bersama dalam menjaga integritas dan akuntabilitas, Dana Desa dapat benar-benar menjadi katalisator kemajuan dan kesejahteraan desa, bukan justru menjadi lahan subur bagi tindak pidana korupsi.